Rabu, 17 Agustus 2011

Ulumul Qur'an II

BAB I
PENDAHULUAN

Metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini maka studi tafsir Alqur’an tidak lepas dari metode, yakni “suatu cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Alqur’an yang diturunkankan-Nya kepada Nabi Muhammad saw sesui kemampuan manusia”.[1]
Di dalam metodologi penafsiran, metode yang digunakan ada empat, yaitu: metode Global, metode Analisis, metode komparatif dan metode Tematik. Dalam makalah ini pemakalah akan sedikit menguraikan tentang metode komparatif, jadi di dalam metode komparatif ada tiga pokok yang dibahas yaitu; perbandingan ayat dengan ayat, perbandingan ayat dengan hadis,
<span class="fullpost">
perbandingan berbagai pendapat mufasir. [2]
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri dan pembacanya amiin.










BAB II
PEMBAHASAN
METODE KOMPARATIF[3]

A.       Pengertian Metode Komparatif
Para ahli tafsir tidak berbeda pendapat mengenai metode ini. Dari berbagai literatur dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan Metode Komparatif ialah :
1)    Membandingkan teks (nashsh jamaknya nushush) ayat-ayat Alqur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang beragam, dalam satu kasus yang sama, atau diduga sama.
2)    Membandingkan ayat Alqur’an dengan hadis Nabi saw yang pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentanagan.
3)    Membandingkan berbagai pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat Alqur’an.
Dalam definisi itu jelas terlihat bahwa tafsir Alqur’an dengan menggunakan metode ini mempunyai cakupan yang amat luas, tidak terbatas hanya pada memperbandingkan ayat dengan ayat, melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan dan memperbandingkan pendapat para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat. Jadi ada tiga aspek yang dibahas di dalam metode komaparatif, yaitu :
1)    Perbandingan ayat dengan ayat.
2)    Perbandingan ayat dengan hadis.
3)    Perbandingan berbagai pendapat mufasir.[4]
B.       Ciri-ciri Metode Komparatif
Perbandingan adalah ciri utama bagi metode komparatif. Di sinilah salah satu perbedaan yang prinsipil antara metode ini dengan metode-metode yang lain itu. Hal itu disebabkan karena yang dijadikan bahan dalam memperbandingkan ayat dengan ayat atau ayat hadis, adalah pendapat para ulama tersebut bahkan dalam aspek yang ketiga, sebagimana telah deisebutkan di atas, pendapat para ulama itulah yang menjadi sasaran perbandingan. Oleh sebab itu jika suatu penafsiran dilakukan oleh para ahli tafsir, maka pola semacam itu tak dapat disebut disebut ‘metode komparatif’. Dalam konteks inilah al-Farmawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir komparatif ialah: “menjelaskan ayat-ayat Alqur’an berdasarkan pada apa yang telah ditulis oleh sejumlah mufasir”. Selanjutnya langkah-langkah yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan itu ialah dengan meusatkan perhatian pada sejumlah ayat tertentu lalu melacak berbagai pendapat para mufasir tentang ayat tersebut; baik yang klasik (salaf), maupun yang ditulis olah ulama khalaf, serta membandingkan pendapat-pendapat yang mereka kemukakan untuk mengetahui kecenderungan-kecenderungan mereka, aliran-aliran yang mempengaruhi mereka serta keahlian yang mereka kuasai dan lain sebagianya.[5]
C.       Ruang Lingkup
Wilayah kajian dari masing-masing aspek itu berbeda-beda. pertama dan kedua yang berhubungan dengan kajian redaksi dan kaitannya dengan konotasi yang dikandungnya, sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Quraish Shihab: “Dalam metode ini, khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat (ayat juga dengan hadis)….. biasanya mufasirnya hanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksud oleh masing-masing ayat atau perbedaan kasus/masalah itu sendiri”.[6]
Dalam penjelasan itu dapat dipahami bahwa wilayah kajian perbandingan ayat dengan ayat tidak hanya terbatas pada analisis redaksional (mabahits lafzhiyat) saja, melainkan mencangkup perbedaan kandungan makna masing-masing ayat yang diperbandingkan. Di samping itu, juga membahas kasus yang dibicarakan oleh ayat tersebut. Dalam membahas perbedaan-perbedaan itu, mufasir harus meninjau berbagai aspek yang menyebabkan timbulnya perbedaan seperti latar belakang turun ayat tidak sama, pemakaian kata dan susunanannya di dalam ayat berlainan, serta tak kurang pentingnya, konteks masing-masing ayat, situasi dan kondisi umat ketika ayat tersebut turun.[7]
Menurut al-Iskafi  Perbandingan ayat dengan ayat, misalnya disebutkan dalam surat al-Nisa’ ayat 128-129 yang berbunyi:
bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§
dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz
dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz[8] dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Perbandingan ayat Alqur’an dengan hadis pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentanagan, dalam surat Baqarah: 106, di kemukakan ayat tersebut menjadi landasan adanya naskh dalam Alqur’an yaitu:[9]
$tB ô|¡YtR ô`ÏB >ptƒ#uä ÷rr& $ygÅ¡YçR ÏNù'tR 9Žösƒ¿2 !$pk÷]ÏiB ÷rr& !$ygÎ=÷WÏB 3 öNs9r& öNn=÷ès? ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« 퍃Ïs%
Ayat mana saja [10]yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Aspek yang ketiga: perbandingan pendapat para mufasir, mencakup ruang lingkup yang sangat luas, tidak terbatas pada yata-ayat yang mirip saja, bahkan meliputi seluruh ayat Alqur’an. Selain itu, analisisnya pun membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan maknanya, maupun kolerasi (munasabat) antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat dan lain sebaginya seperti perbandingan yang dilakukan oleh Muhammad Quraisy Shihab di dalam disertasinya. Di dalam disertasi ini diperbandingkan antara lafal dan kandungan makna ayat 151 dari al-An’am dengan ayat 31 dari an-Isra’.
. . . . . . . wurَ (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$­ƒÎ)ur ( Ÿwur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur šÆsÜt/ ( Ÿwur (#qè=çGø)s? š[øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès?
dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".[11] demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x.
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Jelaslah, yang menjadi objek pembahasan utama dalam aspek yang ketiga ini ialah menganalisis berbagai pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat diperoleh gambaran bahwa dari segi sasaran (objek) bahasan ada tiga aspek yang dikaji di dalam tafsir komparatif yaitu, perbandingan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis dan pendapat mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat Alqur’an.

a.     Aspek pertama yang dijadikan sasaran pembahsan: metodenya ialah;
1)        Mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat yang beredaksi mirip di dalam Alqur’an.
2)        Membandingkan ayat-ayat yang beredaksi mirip itu, membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
3)        Menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip.
4)        Membandingkan pendapat para mufasir tentang ayat yang dijadikan objek bahasan.
b.    Aspek kedua yang dijadikan sasaran pembahsan: metodenya ialah;
1)        Menghimpun ayat-ayat yang pada laahirnya bertentangan dengan hadis-hadis Nabi saw.
2)        Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua redaksi ayat dengan hadis itu.
3)        Membandingkan pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat dan hadis tersebut.
c.     Aspek  ketiga yang dijadikan sasaran pembahsan: metodenya ialah;
1)        Menghimpun sejumlah ayat Alqur’an yang dijadikan objek studi tanpa menoleh kepada redaksinya, mempunyai kemiripan atau tidak.
2)        Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
3)        Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufasir.[12]
BAB III
PENUTUP

Dari uraian di atas, perbandingan adalah merupakan ciri utama dalam metode komparatif. Dan untuk menerapkan metode ini, mufasir harus meninjau perbarnadingan-perbandingan yaitu; perbandingan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis dan pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan Alqur’an.
Dan dapat kita pahami  bahwa tafsir komparatif atau metode komparatif ialah menjelaskan ayat-ayat Alqur’an berdasarkan pada apa yang telah ditulis oleh sejumlah mufasir.
Mungkin dari uraian-uraian pemakalah di atas, masih banyak kesalahan yang perlu adanya kritik dan dan saran yang sekiranya membangun, dan apabila ada benarnya mungkin itu semua dari Allah swt. Sekian wassalam……



















DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
                               , Rekontruksi Ilmu Tafsir, Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya Ilmu Tafsir Disampaikan Di Hadapan Rapat Senat Terbuka STAIN Surakarta, thn 1999.
Ichwan, Nor, Memahami Bahasa Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Shihab, Quraisy, Tafasir Alqur’an dengan Metode Mawdhu’iy, Beberapa Aspek Aspek Ilmiah Tentang Alqur’an, Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Alqur’an, 1986.



[1]Prof. Dr. H Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. h. 55

[2] Prof. Dr. H Nashruddin Baidan Rekontruksi Ilmu Tafsir, Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya Ilmu Tafsir Disampaikan Di Hadapan Rapat Senat Terbuka STAIN Surakarta, thn 1999. h. 54-62

[3] Di presantasikan oleh Imam Basyori, mata kuliah Ulumul Qur’an II  pada hari  Rabu tgl 1, thn. 2011.

[4] Prof. Dr. H Nashruddin Baidan, Op.cit, h. 59-60
[5] Prof. Dr. H Nashruddin Baidan,Op.cit, h. 61-62
[6] M. Quraisy Shihab, Tafasir Alqur’an dengan Metode Mawdhu’iy, Beberapa Aspek Aspek Ilmiah Tentang Alqur’an, Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Alqur’an, 1986, h. 34
[7] Prof. Dr. H Nashruddin Baidan, Op.cit, h. 61
[8] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.
[9] Nor Ichwan, Memahami Bahasa Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, h.  300
[10] para Mufassirin berlainan pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.

[11] maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.

[12] Prof. Dr. H Nashruddin Baidan,Op.cit, h. 62-66
</span>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar